Bismillah.
Salah satu sebab manusia merugi adalah ketika tidak bisa menggunakan waktu dengan baik. Oleh sebab itu dalam surat al-’Ashr Allah bersumpah dengan waktu ashar atau waktu secara umum bahwa manusia berada dalam kerugian kecuali orang yang memiliki iman, amal salih dan saling menasihati dalam kebenaran serta saling menasihati dalam kesabaran.
Bentuk kerugian paling berat adalah ketika Allah berikan kehidupan dan waktu bagi manusia untuk mengumpulkan bekal terbaik bagi kehidupan akhirat dan masa depannya tetapi banyak manusia justru terlena dan larut dalam kesenangan semu yang melupakan mereka akan tujuan hidupnya. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhawatirkan kemiskinan yang menimpa umatnya. Akan tetapi yang paling dikhawatirkan oleh beliau adalah ketika dunia dibukakan bagi kaum muslimin sehingga mereka saling berlomba mencaplok dunia seperti orang-orang terdahulu sebelum mereka sehingga sebagian kaum itu binasa sebagaimana mereka binasa.
Benar-benar merugi; orang yang sudah diberi nikmat oleh Allah dan rezeki tetapi malah menggunakan fasilitas dan nikmat itu untuk mencelakakan dirinya sendiri. Mereka tenggelam dalam penghambaan kepada selain Allah dan berpaling dari tauhid dan keikhlasan. Mereka rela menjual agamanya demi merasakan ceceran kesenangan duniawi yang semu dan sementara belaka. Padahal kehidupan dunia itu penuh dengan kesenangan yang menipu dan memperdaya manusia. Banyak orang justru memasrahkan hidup dan jiwanya untuk mengabdi kepada Iblis dan bala tentaranya. Mereka tergoda dengan iming-iming kelezatan palsu dan angan-angan semu.
Tidak henti-hentinya Iblis mengirim pasukannya untuk menyesatkan manusia. Sebab dia telah bersumpah di hadapan Rabbnya untuk menyesatkan manusia dan menjadikan mereka sebagai pengikutnya kecuali mereka yang ikhlas mengabdi kepada Rabbnya. Iblis sejak dulu sudah enggan untuk tunduk kepada perintah Rabbnya. Iblis pun merasa bahwa dirinya lebih baik daripada Adam yang tercipta dari tanah. Iblis enggan patuh dan tetap menyombongkan diri.
Betapa merugi orang yang memilih berada di barisan pasukan Iblis dan mengerahkan segala daya dan upayanya untuk membuat ridha Iblis. Padahal Iblis hanya akan mengantarkan dirinya menuju jurang neraka dan akan berlepas diri darinya. Iblis menjebak pengikutnya dalam kegelapan demi kegelapan padahal sebelumnya mereka telah tersinari cahaya kebenaran. Oleh karena itulah golongan setan itulah sesungguhnya kaum yang paling merugi.
Ibadah kepada Allah itulah sebenarnya rahasia keberuntungan seorang hamba. Karena dengan mengabdi kepada Allah dan mewujudkan syukur kepada-Nya, niscaya Allah tambahkan nikmat baginya dan menjaganya di mana pun ia berada. Karena dia ingat kepada Allah maka Allah pun ingat kepadanya dengan bantuan dan pertolongan-Nya. Karena itulah kaum beriman merasa tentram hatinya dengan dzikir kepada Allah dan tauhid kepada-Nya. Hati mereka hidup dengan iman dan sejuk dengan ketaatan. Mereka sadar bahwa hanya Allah yang bisa menolong mereka, yang bisa memberikan bantuan di saat sempit dan lapang, dan satu-satunya yang mengatur segala urusan.
Ibadah kepada Allah itulah yang membuat para rasul berpeluh keringat bahkan bersimbah darah di jalan dakwah. Mereka sadar bahwa kesusahan dan rintangan yang dihadapinya jauh lebih ringan daripada pedihnya azab Jahannam. Mereka sadar bahwa kebahagiaan tidak mungkin diraih dengan memuja hawa nafsu dan mengikuti ajaran dan bisikan setan. Itulah hiburan yang diberikan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga Yasir radhiyallahu’anhum yang menghadapi siksaan begitu berat di awal-awal perjuangan Islam ketika beliau mengatakan kepada mereka, ”Bersabarlah, wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji untuk kalian adalah surga…” (HR. al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman)
Tidak ada yang bisa merasakan kelezatan ini kecuali mereka yang telah mengenal Allah dan meyakini kebenaran janji-Nya. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Biarlah tebasan pedang dan tusukan tombak melukai badan tetapi iman di dalam hati tetap terhunjam dengan merasakan manisnya tauhid dan ketaatan…
—